REFORMASI BIROKRASI DALAM PENYELENGGARAAN GOOD LOCAL GOVERNANCE

Oleh: Feisal Tamin

Desentralisasi, merupakan aktivitas penyebaran kekuasaan (spreading of power), oleh pemerintah pusat kepada pemerintah hirarkhis dibawahnya. Persebaran ini ditandai dengan pembagian dan pelimpahan sebagian kekuasan, yang dulunya menjadi otoritas pusat kepada daerah. Proses ini menandai gelombang pelaksanaan otonomi daerah yang menjadi tuntutan masyarakat lokal.

Namun, tidak serta merta pelimpahan kekuasaan dan kewenangan itu terkelola dengan baik, dalam arti otonomi daerah otomatis sama dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat lokal. Segala kewenangan untuk mengelola kekuasaan di daerah secara faktual juga menimbulkan banyak permasalahan. Gejala disorientasi kebijakan, abuse of power, meningkatnya kemiskinan, dan penguasaan berbagai aset ekonomi lokal oleh sebagian kecil elit di daerah menjadi masalah utama dalam penerapannya.



Gejala seperti disebut di atas mungkin dapat dikatakan sebagai bentuk kepesimisan pribadi, namun saya yakin banyak pihak juga merasakan hal yang sama. Tentu, hati kita semakin ciut melihat fenomena ini dalam refleksi kritis kita, apabila kita semua merasa bertanggung jawab untuk melakukan forecasting Indonesia di masa depan.

Pertanyaan penting bagi kita semua, apakah kita akan senantiasa larut dalam pikiran-pikiran pesimis semacam itu. Apa kontribusi yang dapat kita berikan untuk dapat merubah keciutan hati kita, menjadi lebih optimis dalam menatap prospek masa depan bangsa ini.

Keberhasilan Otonomi Daerah di Beberapa Wilayah; Pola dan Pilihan Strategis

Saudara-saudara,

Apa yang ingin saya paparkan dalam bagian ini, merupakah contoh dari beberapa daerah yang dianggap dapat mewakili keberhasilan penerapan good local governance. semoga dapat menggugah keoptimisan kita untuk memprediksi peluang masa depan Indonesia yang lebih baik.

Perlu diingat, bahwa keberhasilan beberapa daerah tersebut merupakan suatu proses yang tidak serta merta terjadi dalam kurun waktu satu dua tahun. Keberhasilan ini bukanlah taken for granted sebagai akibat dari diterapkannya kebijakan tentang desentralisasi ataupun otonomi daerah. Ini merupakan proses yang membutuhkan kerja keras dan koordinasi secara intens antara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Dimulai pada tahun 2001, koordinasi dan pengawasan pelaksanaan desentralisasi mendapatkan fokus utama pada masa pemerintahan Presiden Megawati, melalui Departemen Dalam Negeri dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Pada aspek peningkatan mutu pelayanan publik, sebagai Menteri PAN pada saat itu, ada beberapa kebijakan yang diterapkan untuk mencapai tujuan itu. Mulai dari surat edaran bagi lembaga-lembaga pelayanan publik dan instansi pemerintah untuk melakukan peningkatan mutu pelayanan publik. Penilaian terhadap pelayanan prima oleh instansi pemerintah dan BUMN, kampanye bulan pelayanan publik di tahun 2002, pemberian penghargaan bagi wilayah pelaku pelayanan publik, dan deklarasi tahun 2003 sebagai tahun pelayanan publik merupakan komitmen pemerintah pada saat itu.

Setelah sekian waktu, berbagai kebijakan yang memberikan insentif bagi daerah untuk secara kreatif, aktif, dan inovatif dalam rangka mencapai kemajuan wilayahnya mulai menunjukkan hasilnya. Meskipun keberhasilan tersebut, sangat ditentukan oleh berbagai pilihan-pilihan sumber daya yang ada dan strategi pencapaiannya. Ini semua dapat kita maklumi bersama, karena memang sumber daya baik dari sisi kualitas dan kuantitas memiliki keterbatasannya. Namun, justru disitulah letak tantangan dari tiap-tiap daerah untuk secara kreatif mengemas dan memilih strategi kebijakan publik, yang pada akhirnya menjadi khas dibanding wilayah-wilayah lain. Beberapa keberhasilan otonomi daerah dan pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik, saya ajukan sebagai contoh dengan berbagai polanya.

Setidaknya ada tiga pola yang menyertai keberhasilan beberapa daerah yang saya sebutkan dibawah. Meskipun saya meyakini, banyak daerah lain yang telah berhasil dalam mengelola wilayahnya. Kota Bandung, Bitung, beberapa kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, merupakan contoh-contoh bagaimana inisiatif dan kreativitas tata kelola pemerintahan berlangsung.



Pola Perumusan Kebijakan Melalui Partisipasi Publik

Kabupaten Jembrana Propinsi Bali telah dianggap berhasil membangun contoh pemberantasan korupsi, yang disertai dengan pemanfaatan APBD secara maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kebijakan yang diterapkan daerah ini, telah menginisiasi perubahan secara mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sehingga menjadi kabupaten yang bisa memberikan berbagai pelayanan umum kepada masyarakatnya secara gratis. Beberapa pelayanan yang diberikan oleh kabupaten ini, antara lain:
- Pelayanan Medis, dokter dan pengobatan gratis kepada penduduknya melalui pembayaran premi asuransi oleh pemerintah daerah.
- Pemberian KTP secara gratis
- Premi asuransi jiwa
- Pembebasan PBB terutama untuk lahan-lahan yang produktif
- SPP yang dibayarkan oleh PEMDA, sehingga secara signifikan dapat mengurangi anak putus sekolah (lost generation).

Keberhasilan pelaksanaan kepemerintahan ini tak urung juga membuat beberapa kabupaten/kota lain ingin melaksanakan program yang sama, seperti; Kabupaten Sleman, Kabupaten Tanah Datar, dan beberapa lainnya. Beberapa keberhasilan kabupaten ini seperti yang didokumentasikan oleh Yayasan TIFA, berangkat dari keberpihakan perumusan orientasi kebijakan kepada:
1. Pengutamaan kebijakan pada bidang-bidang yang berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia
2. Pendidikan, melalui pelibatan partisipasi masyarakat (PGRI, Dewan Pendidikan, dan Dewan Adat)
3. Kesehatan, melalui pelibatan IDI (Ikatan Dokter Indonesia, dsb)
4. Peningkatan ekonomi, dan
5. Pemberantasan korupsi melalui pembentukan tim independen untuk standarisasi harga dan penentuan biaya pembelanjaan oleh Pemda.

Pola Penggunaan Teknologi Dalam meningkatkan Mutu Pelayanan Publik

Penerapan teknologi Informasi menjadi salah satu produk unggulan kabupaten Sragen Jawa Tengah dalam meningkatkan mutu pelayanan publiknya. Melalui sistem ini, koordinasi pemerintahan dapat dilakukan secara on line dengan wilayah-wilayah pelosoknya. Fasilitas teleconference dan internet, memudahkan koordinasi dan pengelolaan informasi kepemerintahan menjadi cepat, akurat, dan murah.

Salah satu indikator keberhasilan penerapan teknologi dalam pelayanan publiknya, pemerintah daerah membangun sistem pelayanan satu pintu dengan konsep One Stop Service melalui Kantor Pelayanan Terpadu (KPT). Berbagai pelayanan publik dipenuhi oleh mekanisme ini; KTP, surat nikah, investasi, IMB, Pembayaran Pajak, dsb. Bahkan ada beberapa pelimpahan kewenangan pemerintah kabupaten yang diserahkan pada wilayah kecamatan, dengan tujuan semata-mata mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik.

Melalui KPT, berbagai proses birokratisasi dapat dipotong menjadi lebih efisien, efektif dan transparan. Mekanisme ini juga mampu mengurangi secara signifikan potensi korupsi, meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), dan mempersingkat waktu perijinan. Optimalisasi sistem ini, dapat menghemat proses perijinan dan sebagainya sebesar 30% (tiga puluh persen) dari rentang waktu yang telah ditetapkan sebelumnya (yaitu antara 5 hingga 12 hari).

Pola Orientasi Kinerja Aparatur, Pemberantasan Korupsi, dan Redistribusi Kesejahteraan

Kabupaten Solok, Sumatera Barat menjadi salah satu ikon daerah yang memiliki komitmen terhadap upaya pemberantasan korupsi. Berangkat dari sikap dan komitmen pribadi untuk sedapat mungkin menghindari korupsi dan perilaku koruptif (misalnya: tidak menerima atau bertemu kontraktor proyek, menolak pemberian uang dan barang dsb). Sikap ini kemudian dilembagakan melalui pembenahan sistem, antara lain;
- Sistem perijinan, yang sebelumnya dikeluarkan oleh masing-masing instansi diubah menjadi satu pintu. Dimana tarif, batas waktu, dan mekanisme keluhan menjadi suatu informasi yang jelas.
- Mekanisme proyek tidak lagi sampai pada bupati, namun sepenuhnya ditangani oleh pimpro, dan pembayaran keuangan tidak dilakukan secara tunai (cash). Pembayaran biaya proyek dilakukan secara giro, untuk menghindari pemotongan oleh pejabat ataupun pemberian oleh penerima proyek.
- Peniadaan honor proyek dan mengubah sistem tunjangan daerah dalam rangka pemerataan penghasilan yang diperoleh para pegawai negeri. Sistem ini dapat mengumpulkan sekitar 14,5 milyar pada tahun 2004, yang kemudian dipergunakan bagi peningkatan kesejahteraan pegawai.

Adapun pembenahan lain yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten Solok, secara keseluruhan dalam rangka penegakan aturan dan hukum, perilaku pejabat, disiplin pegawai negeri, kinerja aparat, dan kesejahteraan. Pembenahan ini juga ditindaklanjuti dengan pemberian sanksi bagi para pelanggarnya, mulai dari pemecatan, non job, penurunan pangkat, dan penundaan pangkat dan gaji berkala.

Secara ringkas pola dan strategi seperti yang saya paparkan di atas tergambar dalam tabel di bawah ini:

Kabupaten Strategi Pelayanan Publik Sistem dan Mekanisme Lesson Learn

Jembrana Pola Perumusan Kebijakan Melalui Partisipasi Publik
- Pelayanan medis, dokter dan pengobatan gratis
- Pemberian KTP secara gratis
- Premi asuransi jiwa
- Pembebasan PBB untuk lahan produktif
- SPP yang dibayarkan oleh PEMDA - Sistem Asuransi dan Pendidikan yang dibayarkan oleh Pemda
- Keterlibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan pemerintah - Perumusan orientasi kebijakan pada bidang-bidang yang menjadi kebutuhan mendasar
- Pelibatan elemen-lemen masyarakat dalam perumusan kebijakan publik
Sragen Pola Penggunaan Teknologi Dalam meningkatkan Mutu Pelayanan Publik
Kantor Pelayanan Terpadu:
- KTP
- Surat nikah,
- Investasi,
- IMB
- Pembayaran Pajak - Penggunaan teknologi informasi
- Sistem Kantor Pelayanan Terpadu
- Sistem jaringan on line pada jajaran aparatur
- Internet dan teleconference
- Pelimpahan beberapa kewenangan Kabupaten pada Kecamatan
- Penerapan teknologi informasi bagi peningkatan kualitas kinerja aparatur
- Pelimpahan kewenangan kepada kecamatan, membuat akses pelayanan publik menjadi lebih mudah dan murah
- Penerapan sistem yang tepat dapat menghemat sampai 30% waktu perijinan
Solok Pola Orientasi Kinerja Aparatur, Pemberantasan Korupsi, dan Redistribusi Kesejahteraan

- Sistem perijinan
- Mekanisme proyek dan sistem pembayaran
- Peniadaan honor proyek dan mengubah sistem tunjangan
- Perbaikan sistem peningkatan kesejahteraan - Sistem Pelayanan Satu Pintu Plus
- Kerjasama dengan PT Pos dan Giro dalam pelayanan publik - Kepemimpinan dan sanksi tegas, efektif meminimalisir korupsi
- Peningkatan kesejahteraan pegawai, meningkatan kinerja aparat
- Akses masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik yang cepat dan murah (melalui pos)

Penerapan otonomi dan good governance pada beberapa daerah diatas, setidaknya membuat kita lebih optimis menatap masa depan Indonesia. Mungkin baru tiga kabupaten yang terekam dengan baik catatan-catatan keberhasilannya. Tidak menutup kemungkinan, saat ini semakin banyak daerah-daerah lain yang juga turut mengaplikasikan model-model keberhasilan yang ada. Tentu strategi, keterbatasan sumber daya menjadi penentu atas pilihan model dan strategi yang akan diambil oleh masing-masing daerah.

Dari tiga daerah contoh yang dianggap cukup berhasil, dapat kita ambil beberapa pola dan strategi sebagai refleksi:
- Orientasi kebijakan yang memberikan perhatian pada kebutuhan-kebutuhan mendasar manusia (KTP, surat nikah, investasi, pendidikan, kesehatan dsb)
- Penggunaan sistem teknologi informasi yang secara akurat dapat memfasilitasi proses-proses koordinasi bagi aparatur pelayanan publik dan masyarakat sebagai penerima manfaat pelayanan
- Efisiensi dan penyederhanaan birokrasi pelayanan, telah meningkatkan mutu dari pelayanan itu sendiri. Baik aspek teknis, waktu, biaya, dan meredusir potensi penyimpangan
- Model kepemimpinan dan perbaikan sistem-budaya kerja aparatur telah meningkatkan kualitas kinerja dan peningkatan kesejahteraan para pelayan publik

Selain beberapa contoh praktis di atas, terdapat beberapa elaborasi kritis dari sisi konsep atas penerapan good governance yang perlu saya kemukakan. Ini semua bertujuan agar cara berpikir deduktif yang telah saya sampaikan dapat diuji secara konsepsi.

Good Governance; Kualitas Aparatur, Partisipasi Publik, dan Kepemimpinan

Saudara-saudara,

Sebagai suatu konsep besar yang kita idealkan bersama, tata kelola pemerintahan yang baik mensyaratkan adanya beberapa karakter yang harus dipenuhi. Transparansi, akuntabilitas, partisipatif, penegakan hukum, dan penghormatan atas martabat-hak asasi manusia merupakan aspek-aspek penting yang menjadi tujuan dalam tata kelola tersebut.

Sebagai penerima mandat, pemimpin daerah memiliki peran signifikan dalam membuktikan komitmennya untuk menerapkan tata kelola pemerintahannya. Oleh karena itu, penerapan secara konsisten prinsip-prinsip good governance dapat menjadi trigger mechanism bagi berhasil tidaknya pengembangan segenap potensi-potensi daerah. Sebab, terbukti dan disertai data pendukung, bahwa beberapa daerah yang berhasil dalam tata kelola pemerintahannya telah secara signifikan mengoptimalkan mutu pelayanan publiknya, mengurangi potensi korupsi, dan meningkatkan kesejahteraan daerah.

Untuk mempermudah konsepsi tentang good governance, sebagai suatu refleksi kritis, saya menarik suatu kesimpulan melalui pertanyaan; apakah pemerintah tahu apa yang harus dikerjakannya dan apakah pekerjaan tersebut dilaksanakan secara efisien? Jadi sebenarnya good governance adalah masalah kepercayaan dan hal itu berkenaan dengan kontrol dan pengendalian atas segala sumber daya melalui kewenangan yang dimiliki, baik untuk mengalokasikan maupun mendistribusikannya.

Tentu, agar pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik dapat berjalan secara efektif, maka diperlukan faktor-faktor pendukung bagi keberlangsungannya. Kualitas aparatur, tidak berlebihan bila disebutkan sebagai salah satu faktor yang saya coba kupas dalam paparan berikut.

Kualitas Aparatur; Antara Harapan dan Kenyataan

Saudara-saudara,

Aparatur penyelenggara pelayanan publik, menjadi salah satu aktor penting dalam keberhasilan penerapan tata kelola pemerintahan yang baik. Oleh karena itu kualitas sumberdaya aparatur sering kali menjadi kunci utama pada perbaikan tata pemerintahan di tingkat lokal. Rendahnya etos kerja, tingginya perilaku KKN yang pada tingkat tertentu dapat dikatakan terjadi secara sistematis. Lemahnya fungsi pengawasan internal dan tertutupnya akses publik dalam menilai kinerja aparatur menjadi persoalan yang cukup akut selama ini. Untuk itu, beberapa hal yang perlu dilakukan sebagai rumusan dalam melakukan pembenahan SDM Aparatur, antara lain; disiplin, penggunaan prinsip meritokrasi dan budaya malu sebagai acuan peningkatan budaya kerja aparatur.

Budaya kerja penyelenggara layanan publik sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia (aparatur). Disiplin diri yang berwujud pada pengekangan, pengontrolan, pengendalian diri secara sadar dan bertanggungjawab atas jabatan dan kewenangan merupakan suatu tanda kematangan pribadi. Kemampuan dan kesadaran diatas menjadi satu tolok ukur penting bagi berlangsungnya pelaksanaan good governance dari sisi aparatur pelaksana. Karena itu, mentalitas positif tersebut harus menjadi arah dan tujuan setiap pembinaan dan pendidikan untuk SDM Aparatur.

Untuk itu diperlukan strategi yang secara konsisten diterapkan dalam rangka peningkatan tersebut melalui manajemen pemerintahan yang tepat;
- Proses rekruitmen aparatur yang berorientasi pada kompetensi/standar requirement (pendidikan, keahlian, dsb)
- Proses penempatan dan promosi personel yang memperhatikan aturan-aturan kepegawaian yang berlaku, baik horizontal maupun vertikal. Tidak saja memenuhi aspek kompetensi, namun pengalaman dan masa dinas.
- Menjauhkan segala potensi intervensi, baik politis maupun non politis dalam rangka mekanisme promosi aparatur.

Pemikiran ini saya anggap penting dalam upaya menjaga dan meningkatkan kualitas dari sumber daya aparatur. Aspek keahlian, kemampuan teknis, perencanaan, dan kepemimpinan menjadi modal utama bagi aparatur dalam menjalankan tugas dan tantangan yang akan dihadapinya. Sebagai contoh, saya paparkan beberapa masalah yang dapat dianggap sebagai preseden buruk bagi upaya peningkatan kualitas aparatur;
- Rekruitmen, rendahnya kualitas kerja seharusnya didukung oleh mekanisme yang memfasilitasi negara untuk memperoleh aparatur yang handal. Namun, pengangkatan secara otomatis pegawai honorer (daerah) menjadi hambatan utama bagi tujuan tersebut. Seperti yang saya ketahui selama ini, para pegawai honorer ini sebenarnya sudah beberapa kali gagal pada saat mengikuti tes pengangkatan sebagai PNS. Dengan pengangkatan secara otomatis, maka kita akan mendapatkan kualitas SDM ’rendah’. Baik dari sisi kompetensi maupun usia produktif, padahal biaya negara seharusnya dapat dipakai untuk membiayai rekruitmen pegawai yang memenuhi kompetensi dan usia produktif.
- Penempatan dan promosi, baik horizontal maupun vertikal seharusnya menjadi suatu insentif bagi para aparatur untuk semakin meningkatkan profesionalitas dan kualitas aparatur. Namun, beberapa kasus justru berkebalikan dari apa yang diharapkan. Misalnya, kasus pengangkatan dan pemberhentian beberapa pejabat di departemen pertanian, menimbulkan gugatan oleh sebagian PNS. Para mantan pejabat eselon di departemen pertanian melakukan gugatan atas Surat Keputusan (SK Menteri Pertanian No. 422/KPTS/KP.330/11/2005 ”Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pejabat Eselon”). Gugatan keabsahan SK Menteri karena dianggap melanggar prinsip-prinsip kepegawaian dan aturan-aturan karier Pegawai Negeri Sipil. Saat ini gugatan sedang berlangsung dan dalam proses persidangan di PTUN. Terlepas hasil pengadilan nantinya, apakah pihak penggugat atau pihak tergugat yang dimenangkan atau dikalahkan. Namun terdapat beberapa ketentuan kepegawaian yang memang terlanggar. Preseden ini menjadi suatu dis-insentif bagi seseorang yang berkarir sebagai PNS, karena pada akhirnya rawan adanya diintervensi. Masalah serupa juga disinyalir terjadi pada beberapa departemen dan daerah lain.


Kepemimpinan; Melawan Arus Tidak Selalu Sia-sia

Saudara-saudara,

Persoalan tata kelola pemerintahan dewasa ini membutuhkan berbagai kombinasi agar dapat mencapai tujuan. Siapa yang tampil untuk memimpin sebagai pelaku perubahan yang utama, menjadi aspek penting bagi suatu kemajuan. Dalam suatu situasi yang mengenal ketidakpastian seperti sekarang ini, pemimpin harus mampu mengubahnya menjadi suatu kepastian yang dapat dikalkulasi. Salah satu jalan untuk itu adalah dengan mendapatkan informasi lebih banyak. Pemimpin yang baik harus mendapatkan informasi sebaik mungkin dan akurat mengenai dunia sekitarnya.

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki cinta dan gairah terhadap inovasi, sebab kecintaan dan kegairahan tersebut akan mendukung peningkatan kreativitasnya. Tidak saja terhadap berbagai inovasi atas kebijakan-kebijakan baru yang dibuatnya, namun juga bagaimana secara kreatif dan cerdas mengkomunikasikan kreasinya kepada khalayak. Sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat secara jelas tertangkap dan menimbulkan respon positif.

Keberanian seorang pemimpin harus digunakan sebagai penegas, guna menepis berbagai kekuatiran atas hilangnya kekuasaan pemerintahan masa lalu yang absolut, sebagai konsekuensi dari penerapan pemerintahan yang baik dan bersih secara konsisten dengan berbagai prinsip-prinsipnya. Cara pandang ini harus dibalik menjadi suatu insentif bagi efektivitas kepemimpin dalam melaksanakan fungsinya, sebab tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih dapat memberikan basis legitimasi baik politis maupun legal bagi berjalannya suatu pemerintahan.

Pelaksanaan secara konsisten good governance juga memberikan insentif bagi pemimpin untuk tidak sendirian. Sebab jejaring kemitraan antara pemimpin pemerintahan, masyarakat dan dunia usaha merupakan suatu keniscayaan. Tidak saja dari aspek bersatunya ketiga sumber daya melalui kerjasama, namun memperkuat integritas, legitimasi, dan akuntabilitas suatu kebijakan.

Para hadirin yang berbahagia,

Demikian beberapa hal yang dapat saya sampaikan dalam waktu yang terbatas ini. Melalui fakta-fakta yang ada, setidaknya kita dapat lebih optimis menatap masa depan bangsa negara kita tercinta. Hal lain yang juga perlu kita renungkan adalah, agar kita baik individu, kelompok, maupun pemimpin yang hadir di forum ini dapat lebih termotivasi dan meyakini bahwa berbuat baik tidaklah selalu sia-sia. Semoga dapat bermanfaat bagi para hadirin sekalian dan bangsa tercinta.

BANDUNG, 18 MEI 2006