Latar Belakang Berdirinya KOMWAS PBB

Jatuhnya pemerintahan Orde Baru ternyata diikuti dengan makin rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap aparatur negara. Ini akibat buruknya pelayanan terhadap masyarakat yang sebagian besar dilakukan pegawai negeri. Ironisnya, ketika era otonomi daerah yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat bergulir, menyusul peralihan kekuasaan ke Orde Reformasi, banyak aparat pusat dan daerah justru bersikap arogan dengan kekuasaan yang dimilikinya. Selain mereka masih berorientasi pada kekuasaan, birokrasinya juga dibebani anggaran untuk membiayai dirinya sendiri.

Meluasnya praktik-praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) yang melekat pada aparatur pemerintah dan cara kerja mereka semakin mencoreng wibawa birokrasi itu sendiri. KKN tidak hanya membuat pelayanan birokrasi menjadi amat sulit dinikmati secara wajar oleh masyarakatnya, tetapi juga membuat masyarakat harus membayar lebih mahal pelayanan tersebut. Padahal dengan bergulirnya reformasi, tuntutan masyarakat akan pelayanan publik yang lebih baik makin meningkat.

Saat ini nilai penting pelayanan pemerintah terhadap publik yang direpresentasikan dengan nilai pelayanan pegawai negeri belum sepenuhnya dalam kondisi yang diharapkan. Keluhan masyarakat terhadap buruknya kinerja pemerintah sebagian besar dipengaruhi oleh buruknya kinerja pegawai negeri dalam melayani masyarakat. Akibatnya, muncullah krisis kepercayaan terhadap pegawai pemerintah.

Krisis kepercayaan ini amat mudah dipahami mengingat aparatur negara selama ini menjadi instrumen yang efektif bagi penguasa Orde Baru untuk mempertahankan kekuasaannya. Kepentingan penguasa menjadi sentral dari kehidupan dan perilaku birokrasi. Hal ini tercermin dalam proses kebijakan publik, di mana kepentingan penguasa selalu menjadi kriteria yang dominan dan sering kali menggusur kepentingan masyarakat banyak manakala keduanya tidak berjalan bersama-sama. Kesempatan dan ruang yang dimiliki masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses kebijakan publik amat terbatas.

Atas dasar itulah maka diperlukan lembaga masyarakat sipil yang secara konsisten dan independen serta memiliki integritas, mampu mengkritisi pekerjaan seluruh aktivitas
dan kinerja dari penyelenggaraan negara eksekutif, yudikatif, dan legislatif serta lembaga negara lainnya dengan menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dan bersih serta akuntabel (good government). Kehadiran Koalisi Masyarakat untuk Pengawasan Pemerintahan yang Baik dan Bersih (KOMWAS PBB) ini merupakan upaya dalam membantu masyarakat, pengusaha dan pemerintah dalam usaha lembaga pemerintahan mengoptimalkan perannya sebagai pelayan masyarakat.

Koalisi Masyarakat untuk Pengawasan Pemerintahan yang Baik dan Bersih adalah organisasi masyarakat sipil (civil society organization), nirlaba, non-partisan yang dibentuk oleh masyarakat profesional, dunia usaha, akademis, aktivis LSM, dan pers lainnya yang memiliki perhatian dalam bidang penyelenggaraan negara dan kinerja aparatur negara di Indonesia.

Kegiatan yang telah dilakukan KOMWAS PBB

1. Penandatanganan kerjasama MOU KOMWAS PBB dengan Universitas Mustopo (beragama) diikuti Seminar dengan tema ”Peran Komunikasi dalam Upaya Ikut Mewujudkan Pemerintahan yang Baik dan Bersih” pada tanggal 22 April 2006.

2. Penandatanganan kerjasama MOU KOMWASPBB dengan Universitas Langlang Buana sekaligus meresmikan KOMWAS PBB Bandung pada tanggal 18 April 2006.

3. Mengadakan seminar sehari kerjasama KOMWAS PBB dengan Universitas Langlang Buana dan Pemerintah Propinsi Jawa Barat dengan tema ”Reformasi Birokrasi dalam Penyelenggaraan Good Local Governance” pada tanggal 18 April 2006 di Bandung

4. Advokasi dan Monitoring Mantan Pejabat Departemen Pertanian menggugat Menteri Pertanian di PTUN dan dimenangkan oleh pejabat-pejabat yang menggugat keputusan Menteri Pertanianan tersebut.

5. Diskusi Publik dan Peluncuran Buku “Negara bukanlah Pemerintahan” ditulis oleh Pipit Kartawidjaja. Penerbitan buku ini merupakan hasil kerjasama KOMWAS PBB dengan Watch Indonesia di Jerman dan Henk Publising (Surabaya) pada tanggal 1 Juni 2006

6. Advokasi kebijakan dan mengawal RUU Administrasi Pemerintahan dengan beberapa hal yang sudah dilakukan:
A. Membuat catatan kritis terhadap RUU Administrasi Pemerintahan dan sudah disampaikan melalui
audiensi dengan Ketua DPR RI Agung Laksono pada tanggal 10 Agustus 2006 dan Deputi Tata Laksana
Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara Asmawi Rewansyah serta beberapa pejabat instansi
pemerintah.
B. Membuat Koalisi LSM untuk mengawal RUU Administrasi Pemerintahan.
C. Melakukan sosialisasi di media massa dengan kehadiran RUU Administrasi Pemerintahan.

7. Bergabung dan aktif bersama Tiga Pilar Kemitraan yang beranggotakan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat sipil dengan program-program berbasis pemberdayaan masyarakat dalam mengurangi dampak KKN.

8. Pembahasan Draft Pakta Integritas untuk DPR (Komwas PBB, MTI dan TI Indonesia).

9. Diskusi intens dengan KPK tentang masalah-masalah KKN.

10. Bergabung dan aktif bersama KOPRI (Koalisi Pemantau Reformasi Birokrasi) beranggotakan PIRAC, KOMWASPBB, LKJ, MTI, CIBA dan lain-lain). Koalisi ini dibentuk pada Mei 2006 untuk memantau proses rekrutmen CPNS pada tahun 2006. Hasil pemantauan telah disampaikan ke Komisi II DPR RI, Kementrian PAN dan Badan Kepegawaian Negara.

11. Bergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan dengan anggota KRHN, MTI, LBH, ICW, PSHK, KOMWASPBB dan lain-lain.

12. Bergabung dalam Koalisi LSM menolak PP 37.

13. Melakukan sosialisasi atas RUU AP pada lima Kota; Jakarta, Medan, Surabaya, Makassar dan Papua bersama Deputy Bidang Tata laksana Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara serta GTZ-SfGG, pada bulan November 2006 dan berakhir Maret 2007.

14. Pada sektor dunia usaha, KOMWAS PBB juga melaksanakan fungsi mediasi atas sengketa bisnis dan persaingan usaha sehat antara PT. DIAN SUKSES PRATAMA dengan PT. SARINAH. Dalam kegiatan ini KOMWAS PBB telah berhasil memfasilitasi proses perdamaian di luar jalur pengadilan, sehingga dapat dicapai suatu kesepakatan baru dan penandatanganan Kontrak Perjanjian Kerjasama bagi kedua belah pihak.

15. Berdiskusi dengan Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPR RI, Ketua Komisi III, Ketua-Ketua Fraksi DPR RI dalam rangka mendorong RUU AP untuk diprioritaskan dibahas pada Komisi III bidang Hukum.

16. Dialog Organisasi Masyarakat untuk Kebangsaan di TVRI disponsori oleh Direktorat Jendral Kesatuan Bangsa dan Politik Departemen Dalam Negeri.